Judul buku : Ortu Kenapa, Sih?
Editor : Benny Rhamdani
Penerbit : Penerbit Cinta
Apa perbedaan dulu dan sekarang?
'Dulu' adalah sekumpulan ke-kini-an yang lalu menjadi kenangan di masa sekarang. 'Sekarang' adalah saat-saat sedang berlangsungnya hal-hal yang kelak menjadi kenangan masa lalu..
Kalau begitu, pertanyaan selanjutnya, apa perbedaan orangtua dengan remaja ?
'Orangtua' adalah generasi yang karakaternya terbentuk sedemikian rupa setelah mengalami masa-masa menjadi remaja. 'Remaja' adalah generasi yang sedang mengalami masa-masa yang akan membentuk karakternya sebagai orangtua kelak. Karena itu, seringkali orangtua merasa lebih tahu apa yang menjadi keinginan remaja, karena mereka pernah mengalaminya. Terlebih, setiap orangtua ingin memberikan yang terbaik bagi anaknya, jika bisa bahkan lebih baik dari dirinya. Padahal, dalam kehidupan setiap generasi selalu ada yang berubah.
Karena satu sama lain berasal dari generasi yang terpaut jauh (rata-rata memiliki perbedaan usia antara 20-30 tahun) tentulah selera dan cara berpikir orangtua tidak sama dengan anaknya. Perbedaan-perbedaan inilah yang seringkali menimbulkan friksi dalam interaksi keduanya. Memang, di jalan hidup yang berliku pastilah sesekali timbul riak-riak perselisihan. Seseorang bisa saja menganggap sesuatu hal adalah sepele, namun ternyata bagi orang lain hal itu merupakan masalah besar. Pertengkaran kadang tak terhindarkan. Lebih dari segalanya, perselisihan dengan orangtua sendiri akan menimbulkan perasaan tidak nyaman di hati mungkin hingga waktu yang lama.
Perbedaan cara pandang juga ditentukan oleh karakter. Jelas setiap orang memiliki karakter berlainan. Pembentukan karakter seseorang dipengaruhi oleh banyak unsur dalam kehidupan. Unsur-unsur tersebut antara lain adalah sifat bawaan, lingkungan pergaulan, cara hidup, pengalaman-pengalaman -baik dalam kualitas positif maupun negatif, hingga perubahan keadaan yang berbeda manfaat bagi setiap generasi. Semua itu menjadi jawaban klise kenapa remaja seringkali tidak memahami keinginan orangtuanya, sebaliknya juga bertanya-tanya kenapa sang ortu tidak bisa mengerti apa yang diinginkannya?
Topik inilah yang diangkat oleh Penerbit Cinta, yang bekerjasama dengan komunitas Blogfam kemudian menerbitkan sebuah buku berjudul "Ortu Kenapa, Sih?" (OKS?). Buku setebal 154 halaman ini berisi 15 cerita yang ditulis oleh 12 orang. Buku ini berkonsep Gue vs Ortu, dibagi dalam empat Ronde dengan tema berbeda. Tiap tingkatan Ronde menyajikan kisah-kisah yang ada dalam kehidupan remaja sehari-hari dengan variasi problema yang cukup lengkap. Di sini kita bisa membaca tentang hobi remaja yang kadang tidak disukai orangtuanya; perbedaan cara berpikir anak dengan ibu atau ayahnya; hingga bagaimana seseorang berusaha menyelesaikan konflik yang lama terjadi antara dia dengan orangtuanya, sebelum hubungan kekeluargaan semakin tidak harmonis. Yang menarik, setiap cerita merupakan kisah nyata yang dialami penulisnya berhubungan dengan konflik yang pernah terjadi antara mereka dengan orangtua masing-masing. Kesemuanya mengungkapkan runtutan keadaan tak nyaman itu dengan kejujuran bertutur.
Pada Ronde pertama, Hobi vs Ortu, Lili Lengkana membuka kisah dengan cerita mengenai hobinya bermain basket hingga suatu hari berhasil mengantar tim SMP-nya menjuarai pertandingan basket Pelajar se-DKI. Kebahagiaannya sepanjang hari itu sirna ketika ayah Lili menyambutnya pulang. Bukan ucapan selamat yang didapat, melainkan tamparan keras yang mana lebih melukai perasaannya. Lili dan ayahnya sama-sama merasa marah. Namun layaknya keluarga, pada akhirnya dengan cara maing-masing keduanya berusaha saling memahami dan memaafkan.
Pertentangan antara remaja dengan salah satu orangtua juga menarik disimak. Lafrania Taufik dan Eben Ezer Siadari menceritakan bagaimana perbedaan selera dan keinginan mereka ternyata jauh berbeda dengan sang ibu. Dalam Kenangan SPMB Lafrania memilih untuk mengambil jalan tengah dalam konflik ketika akan mengikuti SPMB, yaitu menuruti keinginan ibunya, namun tetap tidak mengorbankan keinginannya sendiri. Kisah ini sangat menarik karena endingnya yang tak terduga. Ransel Pilihan Ibu juga menarik karena kisah dibuka dengan kegembiraan Eben yang kemudian ditanggapi keliru oleh ibunya. Cerita tentang kesedihan Eben karena ibunya secara tak sengaja mengecewakan hati membuat pembaca ikut merasakan perubahan atmosfer tersebut. Namun toh Eben tak kuasa berlama-lama menyimpan kemarahannya pada wanita yang telah melahirkan dan mengurusinya tanpa pamrih.
Sepotong Maaf bertutur mengenai kebanggan Ryu Tri pada ayahnya tiba-tiba berubah menjadi kebencian ketika mengetahui sang ayah menikah lagi. Selama satu tahun, di rumah tersebut nyaris tiada hari tanpa pertengakaran dengan ayahnya. Sisa kasih sayang yang masih dimiliki Ryu akhirnya membuat dia mau bersabar dalam usaha menyadarkan sang ayah.
Irayani Queencyputri (Rara) menutup ronde terakhir dengan kisah berjudul Tahun Penuh Hening. Diceritakan, hidup Rara dan ibunya berubah drastis setelah kematian ayahnya, disusul kemudian kakeknya. Ditinggal dua lelaki tumpuan hidup membuat sang ibu terpukul dan Rara yang waktu itu masih kecil berusaha memahami. Sayang, beratnya tuntutan hidup membuat keduanya jarang bertemu dan justru menjadi sering bertengkar. Rara remaja akhirnya berusaha memaklumi stres yang dialami sang ibu. Untungnya, tidak lama kemudian mereka memperoleh kehidupan yang lebih baik.
"Ortu Kenapa, Sih?" bukan hanya sebuah chicken soup yang berisi kisah nyata pembangun jiwa. Tanpa ada kesan menggurui, terdapat banyak pelajaran mengenai hubungan remaja dengan orangtua yang bisa diambil dalam buku ini. Bagaimana cara agar saling pengertian dapat tercapai tanpa harus melewati konflik, bagaimana agar anak dan orangtua bisa saling menghargai dan tetap menghormati keinginan masing-masing, hingga bagaimana remaja menyikapi persoalan berat dengan pikiran dewasa. Seperti dituliskan Sam di halaman 81 : '... Aku mestinya mensyukuri semua kasih sayang dan kemudahan hidup yang aku dapatkan selama ini. benar adanya aku tak pernah bisa memilih siapa ortuku begitu dilahirkan. Seharusnya, aku bisa menerima keadaan ini dengan syukur. Kalaupun ada masalah dengan mereka (orangtua), aku harus bisa menghadapi dan membicarakannya.'
Telah dijelaskan di awal, buku OKS? adalah sekumpulan kisah nyata yang ditulis oleh 12 orang yang tidak semuanya adalah penulis dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini menjadikan cerita menjadi sedikit subyektif dan pada beberapa bagian menimbulkan pertanyaan yang tak terjawab. Setidaknya ada dua kisah yang inti ceritanya kurang terlihat hingga terkesan tawar dan mengambang. Namun secara keseluruhan, cara bercerita yang sangat remaja membuat pembaca ingin tetap melanjutkan bacaan hingga halaman selanjutnya.
Buku ini juga memiliki beberapa kelebihan. Setiap akhir cerita memiliki semacam break yang berisi berbagai tips yang bermanfaat; daftar keinginan; dan kuis mengenai diri. Masing-masing kisah dibuka dengan kalimat yang bermakna, juga dilengkapi dengan ilustrasi yang menarik, lucu, dan bahkan menyentuh, membuat isi buku ini terasa makin lengkap dan karenanya layak dikoleksi.
Walaupun penuturannya bergaya remaja -generasi yang seringkali merasa orangtua tidak bisa memahami gejolak jiwanya-, kisah-kisah dalam buku OKS? membuktikan bahwa sebenarnya seorang anak tetap menyayangi orangtuanya, demikian sebaliknya. Hanya saja cara menunjukkannya seringkali berbeda bagi setiap orang. Pada intinya, sebuah keluarga selalu memiliki rasa cinta. Selama perasaan itu ada pada diri masing-masing, kita akan bersedia memberi, menerima, memaafkan, memahami, dan melakukan apapun yang terbaik bagi keluarga yang kita cintai.
Comments