Pernah nonton film My Best Friend's Wedding?
Gue nggak menyalahkan si cewek sahabat the-groom-to-be yang diam-diam mencintai si pria yang bakal menikah dengan wanita lain itu. Tapi gue pikir perbuatan dia yang setengah mati berusaha merebut cinta hingga-akad-nikah-yang-sah-benar-benar-terjadi, dan itu-akan-berarti-dia-ngga-punya-kesempatan-lagi, juga nggak baik atau cukup elegan. Tapi, kalau CINTA sudah bicara, bukankah LOGIKA menjadi tuli?
Gue juga bersikap mendua pada satu adegan sebelum ending film tersebut, saat si cewek akhirnya berterus terang tentang CINTAnya pada sang lelaki. Menurut gue, dia berhak untuk mengutarakan perasaannya terlebih karena dia nggak sanggup menahan keinginan itu lebih lama lagi. Yah, itu lebih baik kan daripada dia berterus terangnya pas si cowok udah nikah?
Namanya juga usahaaaaaaaaaaaaa! MAJU TERUSSS kaliiii!!!!
Terlepas dari apapun nanti reaksi sang cowok alias the-groom-to-be, kejujuran tentang cinta terpendam itu nampaknya akan berakibat:
(+) Positif : Setidaknya dia bisa merasa lega dan mungkin kalo besok dia ketabrak kereta dan mati, dia nggak bakal jadi arwah penasaran. Dan, kalau dia beruntung sih, mana tahu besoknya itu dia nggak jadi ketabrak kereta dan malah menikah beneran dengan si cowok yang ternyata bujangan plin plan. Hihihi! *ngarep*
atau
(-) Negatif : Si cowok langsung shock, negative thinking, dan bisa jadi persahabatan mereka putus saat itu juga, dan setelahnya si cewek harus masuk penjara karena kejahatan percobaan pencurian sekeping cinta.
Well, terbuktilah bahwa tidak selamanya berterus terang itu baik.
Kenapa lagi gue cerita yang ginian?
Kemarin, sahabat lama gue bilang dia akan menikah, dengan seorang wanita.
Huh, itu kalimat yang logis karena sahabat gue itu cowok, dan wanita yang gue maksudkan tadi, yah, adalah wanita LAIN.
Hell, yeah! Gue bilang tadi, cowok itu sahabat lama. Jadi udah lama kita nggak ketemu dan tentunya nggak jalan bareng. Sebenernya dibilang sahabat, nggak tahu juga, karena pertemuan kami terjadi dengan cepat, secepat perpisahan itu kemudian. Gue kenal sama dia waktu ikut sebuah kelas materi yang nggak penting buat diceritain, tapi yang jelas kami jadi berteman baik sejak itu, dan btw angkatan kelas kami yang isinya sekitar selusin karyawan berbagai profesi itu manjadi kelas paling kompak dan unforgettable. Kenangan yang indah.
Yes. Gue suka sama cowok itu.
Dan masalahnya, gue rasa DIA juga suka sama gue, tapi, dengan kadar yang berbeda.
Begini,
GUE suka sama dia sebagai teman, sahabat di segala kondisi, dan kadang gue pikir gue ingin jadi pacarnya (lebih tepatnya, calon istrinya). Walaupun seringnya, gue sendiri nggak begitu yakin sama yang terakhir.
DIA suka sama gue (dan sejauh yang bisa gue nilai) sebagai sahabat, temen becanda, temen sms-an, temen bikin ribut di kelas, temen jalan-jalan, temen buat ngomongin hal-hal nggak penting, temen ketawa bareng oleh pemicu yang nggak jelas di mana lucunya. Tapi gue nggak tahu apakah dia pernah berpikir ingin jadi pacar gue (atau suami gue *walah! Ini sih ngarep amat!*).
Segalanya berjalan normal, menyenangkan, hingga kelas itu usai. Kami (gue dan dia, dan juga temen-temen sekelas) masih sering saling sms-an, dan sempat juga beberapa kali ngadain reuni kecil sekelas, dan sesekali jalan bareng. Gue dan dia. Berdua aja.
Tapi nggak ada hal spesial yang terjadi.
Dan waktu membuat segalanya lebur, termasuk perasaan yang belum sempat menjadi obsesi *puitis amat!*. Obsesi untuk memiliki.Mungkin ini yang dibilang "CINTA LOKASI" kaliiiiiii.....
Beberapa hari lalu dia sms gue, ngajakin ketemu, ... GUESS WHAT?
Dia nunjukin sebuah undangan. Undangan pernikahan dia.
Wah! Harusnya gue patah hat yah, tapi yang gue lakukan saat itu adalah tersenyum lebar dengan mata bersinar, menyatakan ke-ikut-bahagia-an gue buat dia. Gue juga nggak ngerti kok bisa gitu. Ada sih shock dikit waktu denger berita dia, tapi kok lebih banyak tidak shock-nya ya.
Trus dia minta gue untuk bantu ngehubungin kawan-kawan yang dulu, dan yah, gue menyanggupi dengan antusias. Jadilah kami semua dateng di hari bahagia dia. Anehhhh, waktu itu rasanya sengsara tapi juga seneng banget. Kenapa yah...Aneh. Padahal gue kan udah punya yayang lain. Masa sih ada rasa pengen terjadi CLBK dengan cowok yang bahkan nggak pernah tahu perasaan gue? Oh, jangankan dia, GUE AJA NGGAK TAHU gimana tepatnya perasaan gue!
Gue memang suka sama dia. Mungkin sampe sekarang, saat dia udah nikah dan lagi bulan madu ke..., oh, udah deh nggak usah diceritain! Bikin ngiri!
Tapi gue nggak tahu apakah perasaan gue itu udah (pernah) berbentuk CINTA. Dan kayaknya memang belum. Soalnya ternyata gue bener-bener enjoy his party, menyalami dan memeluk istri sahabat gue itu dengan penuh perasaan senang yang tulus. Di sana gue ternyata tersenyum, tertawa seperti biasa, dan foto bareng mempelai dengan jeritan "CHEESEEEE!!!" sebelum lampu blitz menyala. *Halah..!!! Itu sih karena emang dasar Narsis kaleeeee!!!*
*sigh*Kayaknya gue memang belum sempat jatuh cinta sama dia. Jadi emang cinta lokasi doang rupanya. Blah, cinta monyet , kayak ABG ajahhh, malu-maluin!
Tapi bisa jadi juga ini PETUNJUK.
Gue kan pernah berdoa kayak gini : "Ya Tuhan, berilah petunjuk pada saya. Jika memang dia jodoh saya, maka dekatkanlah. Jika bukan, maka jadikanlah jodoh, dan jika teteeeeeeep aja bukan jodoh saya, maka jadikanlah dia jomblo selamanya!!!"
Eh..., salah! Bukan gitu deng doanya
Yang bener ini :"Ya Tuhan, jika memang dia jodohku, maka dekatkanlah kami. Jika ternyata bukan, maka jauhkanlah kami, sejauh-jauhnya."
Sejauh-jauhnya. Sekarang dia benar-benar jauh. Syukurlah.
Gue nggak menyalahkan si cewek sahabat the-groom-to-be yang diam-diam mencintai si pria yang bakal menikah dengan wanita lain itu. Tapi gue pikir perbuatan dia yang setengah mati berusaha merebut cinta hingga-akad-nikah-yang-sah-benar-benar-terjadi, dan itu-akan-berarti-dia-ngga-punya-kesempatan-lagi, juga nggak baik atau cukup elegan. Tapi, kalau CINTA sudah bicara, bukankah LOGIKA menjadi tuli?
Gue juga bersikap mendua pada satu adegan sebelum ending film tersebut, saat si cewek akhirnya berterus terang tentang CINTAnya pada sang lelaki. Menurut gue, dia berhak untuk mengutarakan perasaannya terlebih karena dia nggak sanggup menahan keinginan itu lebih lama lagi. Yah, itu lebih baik kan daripada dia berterus terangnya pas si cowok udah nikah?
Namanya juga usahaaaaaaaaaaaaa! MAJU TERUSSS kaliiii!!!!
Terlepas dari apapun nanti reaksi sang cowok alias the-groom-to-be, kejujuran tentang cinta terpendam itu nampaknya akan berakibat:
(+) Positif : Setidaknya dia bisa merasa lega dan mungkin kalo besok dia ketabrak kereta dan mati, dia nggak bakal jadi arwah penasaran. Dan, kalau dia beruntung sih, mana tahu besoknya itu dia nggak jadi ketabrak kereta dan malah menikah beneran dengan si cowok yang ternyata bujangan plin plan. Hihihi! *ngarep*
atau
(-) Negatif : Si cowok langsung shock, negative thinking, dan bisa jadi persahabatan mereka putus saat itu juga, dan setelahnya si cewek harus masuk penjara karena kejahatan percobaan pencurian sekeping cinta.
Well, terbuktilah bahwa tidak selamanya berterus terang itu baik.
Kenapa lagi gue cerita yang ginian?
Kemarin, sahabat lama gue bilang dia akan menikah, dengan seorang wanita.
Huh, itu kalimat yang logis karena sahabat gue itu cowok, dan wanita yang gue maksudkan tadi, yah, adalah wanita LAIN.
Hell, yeah! Gue bilang tadi, cowok itu sahabat lama. Jadi udah lama kita nggak ketemu dan tentunya nggak jalan bareng. Sebenernya dibilang sahabat, nggak tahu juga, karena pertemuan kami terjadi dengan cepat, secepat perpisahan itu kemudian. Gue kenal sama dia waktu ikut sebuah kelas materi yang nggak penting buat diceritain, tapi yang jelas kami jadi berteman baik sejak itu, dan btw angkatan kelas kami yang isinya sekitar selusin karyawan berbagai profesi itu manjadi kelas paling kompak dan unforgettable. Kenangan yang indah.
Yes. Gue suka sama cowok itu.
Dan masalahnya, gue rasa DIA juga suka sama gue, tapi, dengan kadar yang berbeda.
Begini,
GUE suka sama dia sebagai teman, sahabat di segala kondisi, dan kadang gue pikir gue ingin jadi pacarnya (lebih tepatnya, calon istrinya). Walaupun seringnya, gue sendiri nggak begitu yakin sama yang terakhir.
DIA suka sama gue (dan sejauh yang bisa gue nilai) sebagai sahabat, temen becanda, temen sms-an, temen bikin ribut di kelas, temen jalan-jalan, temen buat ngomongin hal-hal nggak penting, temen ketawa bareng oleh pemicu yang nggak jelas di mana lucunya. Tapi gue nggak tahu apakah dia pernah berpikir ingin jadi pacar gue (atau suami gue *walah! Ini sih ngarep amat!*).
Segalanya berjalan normal, menyenangkan, hingga kelas itu usai. Kami (gue dan dia, dan juga temen-temen sekelas) masih sering saling sms-an, dan sempat juga beberapa kali ngadain reuni kecil sekelas, dan sesekali jalan bareng. Gue dan dia. Berdua aja.
Tapi nggak ada hal spesial yang terjadi.
Dan waktu membuat segalanya lebur, termasuk perasaan yang belum sempat menjadi obsesi *puitis amat!*. Obsesi untuk memiliki.Mungkin ini yang dibilang "CINTA LOKASI" kaliiiiiii.....
Beberapa hari lalu dia sms gue, ngajakin ketemu, ... GUESS WHAT?
Dia nunjukin sebuah undangan. Undangan pernikahan dia.
Wah! Harusnya gue patah hat yah, tapi yang gue lakukan saat itu adalah tersenyum lebar dengan mata bersinar, menyatakan ke-ikut-bahagia-an gue buat dia. Gue juga nggak ngerti kok bisa gitu. Ada sih shock dikit waktu denger berita dia, tapi kok lebih banyak tidak shock-nya ya.
Trus dia minta gue untuk bantu ngehubungin kawan-kawan yang dulu, dan yah, gue menyanggupi dengan antusias. Jadilah kami semua dateng di hari bahagia dia. Anehhhh, waktu itu rasanya sengsara tapi juga seneng banget. Kenapa yah...Aneh. Padahal gue kan udah punya yayang lain. Masa sih ada rasa pengen terjadi CLBK dengan cowok yang bahkan nggak pernah tahu perasaan gue? Oh, jangankan dia, GUE AJA NGGAK TAHU gimana tepatnya perasaan gue!
Gue memang suka sama dia. Mungkin sampe sekarang, saat dia udah nikah dan lagi bulan madu ke..., oh, udah deh nggak usah diceritain! Bikin ngiri!
Tapi gue nggak tahu apakah perasaan gue itu udah (pernah) berbentuk CINTA. Dan kayaknya memang belum. Soalnya ternyata gue bener-bener enjoy his party, menyalami dan memeluk istri sahabat gue itu dengan penuh perasaan senang yang tulus. Di sana gue ternyata tersenyum, tertawa seperti biasa, dan foto bareng mempelai dengan jeritan "CHEESEEEE!!!" sebelum lampu blitz menyala. *Halah..!!! Itu sih karena emang dasar Narsis kaleeeee!!!*
*sigh*Kayaknya gue memang belum sempat jatuh cinta sama dia. Jadi emang cinta lokasi doang rupanya. Blah, cinta monyet , kayak ABG ajahhh, malu-maluin!
Tapi bisa jadi juga ini PETUNJUK.
Gue kan pernah berdoa kayak gini : "Ya Tuhan, berilah petunjuk pada saya. Jika memang dia jodoh saya, maka dekatkanlah. Jika bukan, maka jadikanlah jodoh, dan jika teteeeeeeep aja bukan jodoh saya, maka jadikanlah dia jomblo selamanya!!!"
Eh..., salah! Bukan gitu deng doanya
Yang bener ini :"Ya Tuhan, jika memang dia jodohku, maka dekatkanlah kami. Jika ternyata bukan, maka jauhkanlah kami, sejauh-jauhnya."
Sejauh-jauhnya. Sekarang dia benar-benar jauh. Syukurlah.
Comments