Lepas dari visual sungai dan jembatan (huhuhuu... gua suka banget!!), ada satu hal yang annoying *halah! Ketularan deh!* at the time I watched the show.
Kenapa sang MC (dan jadi menular ke para peserta) musti campur aduk bahasa gituhhh????
OOT nih, menurut gua, dalam hal semi formal (di mana melibatkan orang banyak secara pasif), penggunaan bahasa Indonesia yang dilakukan secara benar, justru bisa menimbulkan efek-tak-terlihat yang membuatnya jadi menarik. Juga memberi kesan intelektualitas si pengguna, berimbas pada kesan kalo "hal" itu intelek.
Sekedar contoh, liat aja novel-novel yang masih pake bahasa Indonesia, contoh paling sip adalah novel terjemahan, tentu aja. Misalnya Harry Potter, Kisah-kisah dari Torey Hayden, dsb.
Novel lain yang masih menggunakan bahasa Indonesia (disesuaikan dengan karakter para tokoh dan penceritaan) yaitu MalikMilka-Terrant Books (gua sampe curiga ini novel terjemahan apa beneran asli bikinan orang Indonesia?), Kana di Negeri Kiwi-GPU (Oke, mungkin karena setingnya LN, tapi gua rasa penulisnya sengaja membuat ke-intelek-an itu), atau Zona@Tsunami-GPU (kalimat bicara para tokohnya mungkin Gaul, tapi sudut pandang berceritanya sangat bahasa Indonesia).
Demikian juga film, TV (sori nih, sinetron gak masuk!), hingga acara reality show, akan lebih terasa intelek dan mengena-ke-SEMUA-sasaran-penonton, bila menggunakan bahasa Indonesia.
Kenapa? (dalam hal ini langsung ke acara Fear Factor versi Indonesia)
Karena itu acara lisensi, dibeli mahal-mahal, jelas bukan semata buat konsumsi kalangan terbatas kan????
Maksud gue, kira-kira sasaran penontonnya siapa sih? Anak muda? Anak gaul? Anak Jakarta?
Maksud gue lagi, oh, misalnya satu, kenapa dia musti pake kata ganti "gue-elu, elu-gue"??
Bijih-manah yah, gak sreg aja nyimaknya!
Coba bandingin sama acara reality show saingan RCTI lainnya, yaitu AFI. Kayaknya gak ada deh ucapan "gue-elu" yang bertaburan di mikrofonnya. Padahal AFI konon pamornya -sekarang- kalah dibanding Idol.
Lagian feeling penontonnya gimana?
Kalau kakek-kakek yang nonton? Kalo orang Papua? Anak kecil? Orangtua?
Bisa terjadi degradasi bahasa dan budaya banget!
Jadi, biasa-biasa ajalah tuh SKSD-nya. Kan bisa dengan sebut nama, kalo "saya-kamu" dianggap gak keren. Secara psikologis, penyebutan nama dalam diskusi bisa menimbulkan efek "sopan" dan perasaan "dihargai".
Satu lagi yang mengganggu, penggunaan bahasa -sok- Inggris yang maksa banget musti diucapin. Contoh kecil aja, entah berapa puluh kali si MC bilang
"So?"
"So....." dan
"Soooooooooooooooo??????!"
Dua urup itu aja udah bikin enek, saking keseringannya, belum lagi pertanyaan dan pernyataan yang dilontarkan dengan bahasa campur aduk itu.
Ilfil gak seeeeh, rasanya kalo di acara resmi trus ada dua orang sedang berdiskusi kenceng dengan pede sejuta (serasa dunia milik berdua, yang lain ngontrak, dalam versi yang lain),
kayak diskusi berikut :
"Hey, Amir! So, lo come here now. How, menurut lo the last tantangan yang that?"
"Ah, no problem. Gue akan hard working! Doain aja gue success to do it!"
"Oke deh. I will pray buat loe. Soooooo, lo udah ready dong?"
"Yes, dong!"
"Lo sure nih. Will not kenapa-napa?"
"Sure. I will no what-what!"
Halah!
Kenapa sang MC (dan jadi menular ke para peserta) musti campur aduk bahasa gituhhh????
OOT nih, menurut gua, dalam hal semi formal (di mana melibatkan orang banyak secara pasif), penggunaan bahasa Indonesia yang dilakukan secara benar, justru bisa menimbulkan efek-tak-terlihat yang membuatnya jadi menarik. Juga memberi kesan intelektualitas si pengguna, berimbas pada kesan kalo "hal" itu intelek.
Sekedar contoh, liat aja novel-novel yang masih pake bahasa Indonesia, contoh paling sip adalah novel terjemahan, tentu aja. Misalnya Harry Potter, Kisah-kisah dari Torey Hayden, dsb.
Novel lain yang masih menggunakan bahasa Indonesia (disesuaikan dengan karakter para tokoh dan penceritaan) yaitu MalikMilka-Terrant Books (gua sampe curiga ini novel terjemahan apa beneran asli bikinan orang Indonesia?), Kana di Negeri Kiwi-GPU (Oke, mungkin karena setingnya LN, tapi gua rasa penulisnya sengaja membuat ke-intelek-an itu), atau Zona@Tsunami-GPU (kalimat bicara para tokohnya mungkin Gaul, tapi sudut pandang berceritanya sangat bahasa Indonesia).
Demikian juga film, TV (sori nih, sinetron gak masuk!), hingga acara reality show, akan lebih terasa intelek dan mengena-ke-SEMUA-sasaran-penonton, bila menggunakan bahasa Indonesia.
Kenapa? (dalam hal ini langsung ke acara Fear Factor versi Indonesia)
Karena itu acara lisensi, dibeli mahal-mahal, jelas bukan semata buat konsumsi kalangan terbatas kan????
Maksud gue, kira-kira sasaran penontonnya siapa sih? Anak muda? Anak gaul? Anak Jakarta?
Maksud gue lagi, oh, misalnya satu, kenapa dia musti pake kata ganti "gue-elu, elu-gue"??
Bijih-manah yah, gak sreg aja nyimaknya!
Coba bandingin sama acara reality show saingan RCTI lainnya, yaitu AFI. Kayaknya gak ada deh ucapan "gue-elu" yang bertaburan di mikrofonnya. Padahal AFI konon pamornya -sekarang- kalah dibanding Idol.
Lagian feeling penontonnya gimana?
Kalau kakek-kakek yang nonton? Kalo orang Papua? Anak kecil? Orangtua?
Bisa terjadi degradasi bahasa dan budaya banget!
Jadi, biasa-biasa ajalah tuh SKSD-nya. Kan bisa dengan sebut nama, kalo "saya-kamu" dianggap gak keren. Secara psikologis, penyebutan nama dalam diskusi bisa menimbulkan efek "sopan" dan perasaan "dihargai".
Satu lagi yang mengganggu, penggunaan bahasa -sok- Inggris yang maksa banget musti diucapin. Contoh kecil aja, entah berapa puluh kali si MC bilang
"So?"
"So....." dan
"Soooooooooooooooo??????!"
Dua urup itu aja udah bikin enek, saking keseringannya, belum lagi pertanyaan dan pernyataan yang dilontarkan dengan bahasa campur aduk itu.
Ilfil gak seeeeh, rasanya kalo di acara resmi trus ada dua orang sedang berdiskusi kenceng dengan pede sejuta (serasa dunia milik berdua, yang lain ngontrak, dalam versi yang lain),
kayak diskusi berikut :
"Hey, Amir! So, lo come here now. How, menurut lo the last tantangan yang that?"
"Ah, no problem. Gue akan hard working! Doain aja gue success to do it!"
"Oke deh. I will pray buat loe. Soooooo, lo udah ready dong?"
"Yes, dong!"
"Lo sure nih. Will not kenapa-napa?"
"Sure. I will no what-what!"
Halah!
Comments
*merasa tersindir* :b
"Hannieeeeeeeeeee, let's kerjakan archives itu alll, zepatttttt!!!!"
:b