Note :
Jangan segera tertipu oleh judulnya, tulisan berikut ini sama sekali bukan karya ilmiah... (hmm, walau tetap sebuah karya cipta) He he... *teringat slogan kampanye Jangan Asal Copy Paste*
Pas lagi bengong mo nulis apa di facebook (maklum terhitung new comer), eh telepon di kamar gw berdering. Yang nelpon tante gw dari pihak bokap, dan tentunya, mencari bokap. *yak! info yang pentiiiiiing!!!!*
Peristiwa tsb dapat dideskripsikan sebagai a "tuuuumbeeennn...." condition.
He?
Iya, kerabat tadi terhitung jarang nelpon. Atau, terkaitpenelitian ilmiah pembahasan di bawah landasan ybs menelepon termasuk kategori ke-2. ^-^
Fellow bloggers, sebagai bagian dari masyarakat perkotaan ---di mana kesibukan masing-masing telah menyita waktu kita untuk bersosialisasi termasuk dengan sodara sendiri, silakan hitung deh intensitas komunikasi kita dengan kerabat minimal dari 1 jejaring.
Balik ke alkisah bahwa tante saya yang barusan nelpon (pada saat saya nulis ini mereka masih on the line), naga2nya tujuan beliau nelpon adalah untuk mengabarkan bahwa anaknya yang bernama (saya belum simak lebih lanjut) mau dilamar oleh seseorang (ahem. cukup jelas, ya). Si tante menyampikan kabar gembira itu tanpa beliau repot-repot bertanya, "Apa kabar?" atau barangkali ber-minal aidin wal faidzin dulu.
He he...
Lepas dari subyek atau pun objek dari paragraf sebelumnya, ada sesuatu yang menggelitik pikiran saya. Bahwa seringkali kerabat kita (kenalan, saudara, tetangga, bahkan mungkin kita sendiri) baru akan menghubungi kita (dalam hal ini : menelepon) kalau sedang :
1. butuh (butuh teman ngobrol, butuh tanya sesuatu, hingga butuh buat minjem duit...?)
2. perlu (dalam hal ini contohnya tante saya tadi; beliau perlu mengabarkan soal acara lamaran, atau juga rekan/ relasi perlu mengundang acara makan-makan terkait ultah, hingga perlu mengkonfirmasikan perihal proyek/ bisnis yang sedang berlangsung).
Kedua opsi di atas bukan sarkasme. Bukan pula opsi mati, yang meniadakan probabilitas lain yang dapat menjadi alasan seseorang menelepon seseorang lainnya. Tapi (sekali lagi), readers, kalau-kalau anda pas sedang kurang kerjaan, coba periksa list incoming calls di HP masing-masing. Dari 10-20 nomor telepon yang tertera di sana, berapa banyakkah penelepon yang menelepon Anda tidak dalam keadaan butuh atau perlu, seperti 2 opsi di atas?.
Ga ada yang salah dengan latar belakang seseorang menelepon seseorang seperti di atas. Yang menjadi topik pada pembahasankurang kerjaan di sini adalah, apakah begitu tergesanya si penelepon hingga tidak sempat bicara di luar alasan dia menelepon ? Atau, kadang sempat, tapi baru diingat dan dilakukan belakangan setelah hajat nelepon tersampaikan. Hayooo... Yang sering kayak gini tunjuk tangan! ^-^
Memang ini akan kedengaran basi sekali untuk mengiyakan bahwa yang saya maksud dengan 'bicara di luar alasan menelepon' adalah... pembicaraan basa basi. Hu hu... Tapi basa basi pergaulan, menurut saya, cukup efektif untuk contohnya menguatkan karakter kita pada orang lain.
Moral dari post ini (jika ada) : biasakan setidaknya berkata, "Apa kabar ... (sebutkan namanya)?" setelah bilang, "Halo".
^-^
Jangan segera tertipu oleh judulnya, tulisan berikut ini sama sekali bukan karya ilmiah... (hmm, walau tetap sebuah karya cipta) He he... *teringat slogan kampanye Jangan Asal Copy Paste*
Pas lagi bengong mo nulis apa di facebook (maklum terhitung new comer), eh telepon di kamar gw berdering. Yang nelpon tante gw dari pihak bokap, dan tentunya, mencari bokap. *yak! info yang pentiiiiiing!!!!*
Peristiwa tsb dapat dideskripsikan sebagai a "tuuuumbeeennn...." condition.
He?
Iya, kerabat tadi terhitung jarang nelpon. Atau, terkait
Fellow bloggers, sebagai bagian dari masyarakat perkotaan ---di mana kesibukan masing-masing telah menyita waktu kita untuk bersosialisasi termasuk dengan sodara sendiri, silakan hitung deh intensitas komunikasi kita dengan kerabat minimal dari 1 jejaring.
1x sehari?
1x sebulan?
1x setahun? Alias pas lebaran? --> kadang itu juga berupa sms greeting aja kali ^-^
Balik ke alkisah bahwa tante saya yang barusan nelpon (pada saat saya nulis ini mereka masih on the line), naga2nya tujuan beliau nelpon adalah untuk mengabarkan bahwa anaknya yang bernama (saya belum simak lebih lanjut) mau dilamar oleh seseorang (ahem. cukup jelas, ya). Si tante menyampikan kabar gembira itu tanpa beliau repot-repot bertanya, "Apa kabar?" atau barangkali ber-minal aidin wal faidzin dulu.
He he...
Lepas dari subyek atau pun objek dari paragraf sebelumnya, ada sesuatu yang menggelitik pikiran saya. Bahwa seringkali kerabat kita (kenalan, saudara, tetangga, bahkan mungkin kita sendiri) baru akan menghubungi kita (dalam hal ini : menelepon) kalau sedang :
1. butuh (butuh teman ngobrol, butuh tanya sesuatu, hingga butuh buat minjem duit...?)
2. perlu (dalam hal ini contohnya tante saya tadi; beliau perlu mengabarkan soal acara lamaran, atau juga rekan/ relasi perlu mengundang acara makan-makan terkait ultah, hingga perlu mengkonfirmasikan perihal proyek/ bisnis yang sedang berlangsung).
Kedua opsi di atas bukan sarkasme. Bukan pula opsi mati, yang meniadakan probabilitas lain yang dapat menjadi alasan seseorang menelepon seseorang lainnya. Tapi (sekali lagi), readers, kalau-kalau anda pas sedang kurang kerjaan, coba periksa list incoming calls di HP masing-masing. Dari 10-20 nomor telepon yang tertera di sana, berapa banyakkah penelepon yang menelepon Anda tidak dalam keadaan butuh atau perlu, seperti 2 opsi di atas?.
Ga ada yang salah dengan latar belakang seseorang menelepon seseorang seperti di atas. Yang menjadi topik pada pembahasan
Memang ini akan kedengaran basi sekali untuk mengiyakan bahwa yang saya maksud dengan 'bicara di luar alasan menelepon' adalah... pembicaraan basa basi. Hu hu... Tapi basa basi pergaulan, menurut saya, cukup efektif untuk contohnya menguatkan karakter kita pada orang lain.
Moral dari post ini (jika ada) : biasakan setidaknya berkata, "Apa kabar ... (sebutkan namanya)?" setelah bilang, "Halo".
^-^
Comments