Kemarinan Mauncu gua meninggal. Mauncu dalam bahasa Minang adalah mamak/paman bungsu, dari garis ibu. Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun.
Meninggalnya begitu mendadak, walopun emang sih blio udah lama sakit2an dan emang udah gak bisa ngapa2in. Tapi kepergiannya tetap tidak terduga. Ceritanya, sehari sebelumnya Mande (tante) gua nlepon, ngabarin kalo sakit blio makin parah, udah 3 hari gak mau makan. Karena hari itu ada urusan penting, Mama mutusin bakal nengok abangnya itu besok, dan memang besoknya Mama pergi dianterin bro#4 gua.
Tapi perjalanan Mama untuk nengokin itu seolah dihalang2in gitu, mulai dari :
1. Gas di kompor mendadak habis, jadi masaknya telat.
2. Telepon service Hitachi (freon kulkas di rumah rusak) gak masuk2, redial terus selama 1 jam
3. Tetangga tiba2 namu, 1 jam
4. Hingga akhirnya di perjalanan Mama mampir dulu ke kantor service Hitachi di Slipi, sakingan tlepon gak masuk2, 1 jam di sana.
Dan... persis 500 meter dari Bungur (rumah Mauncu) tiba2 Mama ditelpon Mande yang mengabarkan bahwa Mauncu sudah tiada...
Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un.
Ada dan tiada memang misteri Ilahi...
Seandainya saja Mama datang lebih cepat?
Seandainya saja gak ada gangguan2 mendadak?
Hanya Allah yang tahu, dan jika Dia sudah berkehendak, maka jadilah.
Kun fayakun...
Gua hanya berhusnudzon sama Allah, mungkin itu memang yang terbaik buat Mauncu gua, dan juga keterlamabatan itu juga lebih baik bagi Mama, karena.... oh ya Allah, gimana bilangnya ya...
Gua dulu pernah kehilangan 1 orang sahabat yang baik, yang kepergiannya begitu mendadak. Beberapa jam sebelumnya gua masih ketemu sama dia yang cukup sehat wal afiat, trus pas gua keluar bentar, dia dan beberapa orang udah pergi rafting. Sempet terlintas sebel di hati gua, karena gua jadi gak ikutan rafting.
Satu jam kemudian, gua dapet kabar, tim rafting mengalami kecelakaan karena jeramnya terlalu besar, udah hampir grade 5, dan berita terburuknya adalah sahabat gua itu meninggal...
Gua cuma terpikir, seandainya gua ada di sana waktu itu...
Seandainya gua mendampingi sahabat gua di saat terakhirnya...
Tapi setelahnya gua pikir lagi, mungkin itu memang yang terbaik bagi gua dan juga bagi dia. Lagian, apa yang bisa gua lakukan seandainya gua ada di sana? Mungkin malah gua juga tinggal sejarah. Jadi yah...
Allah pasti punya alasan sendiri kenapa kita gak ada di saat terakhir orang yang kita cintai.
Yang lebih penting adalah, kehilangan seringkali menyatukan orang2 "yang tertinggal". Keluarga besar gua dari pihak Mama jadi kumpul semua hari itu, asli udah lama kita gak ketemuan lengkap. Yang paling gua resapin adalah kumpulnya keluarga gua sendiri, abang2 gua yang tinggalnya udah pada mencar. Kita ketemu lagi di sela kesibukan hari kerja, dan -geez- gua kangen mereka semua!!!
My Mom, my Dad, my Sis, my Bro(s),
Gua sayang kalian.
Semoga kita sekeluarga bisa saling menjaga dan menyayangin, sampai takdir akhirnya memisahkan.
With love,
=Hannie=
Meninggalnya begitu mendadak, walopun emang sih blio udah lama sakit2an dan emang udah gak bisa ngapa2in. Tapi kepergiannya tetap tidak terduga. Ceritanya, sehari sebelumnya Mande (tante) gua nlepon, ngabarin kalo sakit blio makin parah, udah 3 hari gak mau makan. Karena hari itu ada urusan penting, Mama mutusin bakal nengok abangnya itu besok, dan memang besoknya Mama pergi dianterin bro#4 gua.
Tapi perjalanan Mama untuk nengokin itu seolah dihalang2in gitu, mulai dari :
1. Gas di kompor mendadak habis, jadi masaknya telat.
2. Telepon service Hitachi (freon kulkas di rumah rusak) gak masuk2, redial terus selama 1 jam
3. Tetangga tiba2 namu, 1 jam
4. Hingga akhirnya di perjalanan Mama mampir dulu ke kantor service Hitachi di Slipi, sakingan tlepon gak masuk2, 1 jam di sana.
Dan... persis 500 meter dari Bungur (rumah Mauncu) tiba2 Mama ditelpon Mande yang mengabarkan bahwa Mauncu sudah tiada...
Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un.
Ada dan tiada memang misteri Ilahi...
Seandainya saja Mama datang lebih cepat?
Seandainya saja gak ada gangguan2 mendadak?
Hanya Allah yang tahu, dan jika Dia sudah berkehendak, maka jadilah.
Kun fayakun...
Gua hanya berhusnudzon sama Allah, mungkin itu memang yang terbaik buat Mauncu gua, dan juga keterlamabatan itu juga lebih baik bagi Mama, karena.... oh ya Allah, gimana bilangnya ya...
Gua dulu pernah kehilangan 1 orang sahabat yang baik, yang kepergiannya begitu mendadak. Beberapa jam sebelumnya gua masih ketemu sama dia yang cukup sehat wal afiat, trus pas gua keluar bentar, dia dan beberapa orang udah pergi rafting. Sempet terlintas sebel di hati gua, karena gua jadi gak ikutan rafting.
Satu jam kemudian, gua dapet kabar, tim rafting mengalami kecelakaan karena jeramnya terlalu besar, udah hampir grade 5, dan berita terburuknya adalah sahabat gua itu meninggal...
Gua cuma terpikir, seandainya gua ada di sana waktu itu...
Seandainya gua mendampingi sahabat gua di saat terakhirnya...
Tapi setelahnya gua pikir lagi, mungkin itu memang yang terbaik bagi gua dan juga bagi dia. Lagian, apa yang bisa gua lakukan seandainya gua ada di sana? Mungkin malah gua juga tinggal sejarah. Jadi yah...
Allah pasti punya alasan sendiri kenapa kita gak ada di saat terakhir orang yang kita cintai.
Yang lebih penting adalah, kehilangan seringkali menyatukan orang2 "yang tertinggal". Keluarga besar gua dari pihak Mama jadi kumpul semua hari itu, asli udah lama kita gak ketemuan lengkap. Yang paling gua resapin adalah kumpulnya keluarga gua sendiri, abang2 gua yang tinggalnya udah pada mencar. Kita ketemu lagi di sela kesibukan hari kerja, dan -geez- gua kangen mereka semua!!!
My Mom, my Dad, my Sis, my Bro(s),
Gua sayang kalian.
Semoga kita sekeluarga bisa saling menjaga dan menyayangin, sampai takdir akhirnya memisahkan.
With love,
=Hannie=
Comments