Ternyata, semakin lama usia seorang anak manusia, semakin berkembanglah pengetahuan yang dimilikinya. Istilah “perkembangan” itu sendiri bisa berarti berbeda bagi setiap orang. Ada yang berkembang banyak, sedikit, perlahan, pesat, atau malah jalan di tempat (kalo yang terkahir bisa dibilang “perkembangan” sih).
Banyak faktor yang mengakibatkan semua itu.
Waktu baru lahir, kamu membutuhkan siapa saja yang peduli sama kamu untuk memakaikan kamu baju hangat saat lelap dalam tidur panjang.
Waktu menjadi balita, kamu perlu pelukan orang dewasa untuk mengajak kamu belajar bicara dan jalan-jalan.
Waktu kamu sudah mahir berjalan, kamu membuat repot orang sekitarmu yang mencemaskan kalo-kalo kamu jatuh karena berlari ke sana kemari saking girangnya.
Waktu kamu benar-benar sudah pandai berlari dan bicara, dengan cueknya kamu bikin mam atau oma kamu pontang panting mengejar kamu buat nyuapin makanan, biar berat badan kamu nggak kayak sekarung kerupuk.
Waktu kamu bersekolah, kamu lagi-lagi bikin susah orangtua dengan bikin gara-gara di kelas, dan selalu minta diantar jemput.
…
..
.
Cukup sampe di situ dulu ceritanya tentang “kamu”. Karena aku terlampau haru buat ngelanjutin sampe dewasa, apalagi bila lebih tua.
Aku bisa menuliskan hal-hal tadi karena melihat Anca, keponakan (bukan anakku loh!) tersayang nan cantik dan lincah… betapa kami mencintaimu, sayang :)
tuuuuhhh... Anca yang botak! bukan yang cakep nyembul. Hihihii...
Melihat Anca, apalagi dia balita usia dua tahun yang lincah pula, aku jadi sering mikirin apa yang kulakukan waktu kecil dulu?
Aku yakin aku nakal sekali waktu sudah bisa bersekolah, dan makin badung (walau itu bukan mauku, kok) ketika bernjak remaja, aku selalu bisa merasakan bahwa keluargaku mencintaiku sepenuh hati, kenyataan yang justru membuatku kadang memanfaatkan kesempatan (he he).
Sekarang aku sudah dewasa.
Sudah nggak nakal lagi beberapa tahun terakhir, dan nggak (begitu) nyusahin orangtua, serta (mudah-mudahan benar) lebih bijak semakin hari.
Aku mungkin belum terlalu dewasa dalam hal usia, tapi aku cukup dewasa untuk bisa berpikir panjang, sekarang..
Aku percaya, “kedewasaan berpikir” memang perlu proses, dan setiap orang juga punya proese berbeda.
Oh, betapa aku bersyukur punya ibu yang selalu mendukungku dalam kondisi sesulit apapun, seorang mama yang selalu berusaha memahamiku, dalam wacana yang beda generasi sekalipun. Mama yang selalu membebaskanku memilih jalan hidupku sendiri, dan mencintaiku tanpa syarat.
I love you, Ma.
Banyak faktor yang mengakibatkan semua itu.
Waktu baru lahir, kamu membutuhkan siapa saja yang peduli sama kamu untuk memakaikan kamu baju hangat saat lelap dalam tidur panjang.
Waktu menjadi balita, kamu perlu pelukan orang dewasa untuk mengajak kamu belajar bicara dan jalan-jalan.
Waktu kamu sudah mahir berjalan, kamu membuat repot orang sekitarmu yang mencemaskan kalo-kalo kamu jatuh karena berlari ke sana kemari saking girangnya.
Waktu kamu benar-benar sudah pandai berlari dan bicara, dengan cueknya kamu bikin mam atau oma kamu pontang panting mengejar kamu buat nyuapin makanan, biar berat badan kamu nggak kayak sekarung kerupuk.
Waktu kamu bersekolah, kamu lagi-lagi bikin susah orangtua dengan bikin gara-gara di kelas, dan selalu minta diantar jemput.
…
..
.
Cukup sampe di situ dulu ceritanya tentang “kamu”. Karena aku terlampau haru buat ngelanjutin sampe dewasa, apalagi bila lebih tua.
Aku bisa menuliskan hal-hal tadi karena melihat Anca, keponakan (bukan anakku loh!) tersayang nan cantik dan lincah… betapa kami mencintaimu, sayang :)
tuuuuhhh... Anca yang botak! bukan yang cakep nyembul. Hihihii...
Melihat Anca, apalagi dia balita usia dua tahun yang lincah pula, aku jadi sering mikirin apa yang kulakukan waktu kecil dulu?
Aku yakin aku nakal sekali waktu sudah bisa bersekolah, dan makin badung (walau itu bukan mauku, kok) ketika bernjak remaja, aku selalu bisa merasakan bahwa keluargaku mencintaiku sepenuh hati, kenyataan yang justru membuatku kadang memanfaatkan kesempatan (he he).
Sekarang aku sudah dewasa.
Sudah nggak nakal lagi beberapa tahun terakhir, dan nggak (begitu) nyusahin orangtua, serta (mudah-mudahan benar) lebih bijak semakin hari.
Aku mungkin belum terlalu dewasa dalam hal usia, tapi aku cukup dewasa untuk bisa berpikir panjang, sekarang..
Aku percaya, “kedewasaan berpikir” memang perlu proses, dan setiap orang juga punya proese berbeda.
Oh, betapa aku bersyukur punya ibu yang selalu mendukungku dalam kondisi sesulit apapun, seorang mama yang selalu berusaha memahamiku, dalam wacana yang beda generasi sekalipun. Mama yang selalu membebaskanku memilih jalan hidupku sendiri, dan mencintaiku tanpa syarat.
I love you, Ma.
Comments