Skip to main content

Antara Mimpi dan Keinginan

Gue adalah maniak buku. Pelalap buku apa saja, terutama sih : fiksi J
Beberapa orang yang skeptis (istilah gue-lah) mengatakan bahwa minat besar gue pada buku fiksi itu berujung pangkal pada hobi mengkhayal, otak gak berkembang, jadi pemimpi, idup di dunia gak nyata, yah pokoknya menganggap hobi membaca (fiksi) itu sebagai hobi yang gak bermanfaat.
Kadang juga mereka menganalogikan bacaan gue dengan keadaan gue.
Waktu gue baca JOMBLO-nya Adhitya Mulya, ada yang bilang gue lagi patah hati. !@#$%$#@! Waktu baca TeenLit CEWEK!!!-nya Esti Kinasih, ada yang bilang ya iyalah gue suka ceritanya, kan gue juga �anak gunung�. Terakhir buku yang paling anyar gue beli adalah TEST PACK-nya Ninit Yunita, belum ada yang komen sih karena gue belinya weekend kemarin n langsung tamat (belum ada yang liat gue baca itu). Yah, mudah-mudahan kalo ada yang liat juga gue gak dikomentarin mo beli alat Test Pack itu. Gue belum merit kok ;p Hahahahh (Ninit, judul bukumu teh �nyeremin� pisaaan!) :D

Gue punya teman dekat yang punya banyak kesamaan dengan gue; kecuali dalam kesamaan membaca buku. Doi gak hobi, kalo toh ada buku yang doi baca pasti masih jauh dari fiksi (hahahhh gue beritahu, satu-satunya ?buku? yang dia baca sampe tamat adalah kumpulan tulisan gue, ada kira-kira 300 halaman gitu! itu juga gak fiksi-fksi amat karena agak ngedeketin real. ? Eniwei, gue gak tau kenapa dia gak pernah bosen baca tulisan-tulisan gue itu! *but btw thanks ya Da, karena kamu juga saya punya kepercayaan diri kalo saya bisa nulis! J*)
Sayangnya, ternyata dia akhirnya masuk ke barisan yang menganggap gue pemimpi (tersenyum kecut!). Jujur, gue mulanya sedih karena ngerasa dia gak begitu ngedukung obsesi gue. lebih sedih lagi karena gue punya beberapa teman yang antusias banget ngedukung impian gue. ada yang sampe ngirimin gue VCD tentang kehidupan seorang penulis. Ada juga yang ngasih novel-novel bagus dengan pesan ?Gua mau lo bikin yang sebagus ini, Han. Ato lebih bagus lagi?. Ada juga yang minjemin panduan-panduan nulis, etc-lah. Gue thenks banget buat mereka.

Tapi,
Waktu berlalu begitu cepat ya? dan kita kadang terlena dalam mimpi indah hingga ternyata tidak melakukan apa-apa untuk mewujudkannya.
Itu yang terjadi sama gue.
Dulu.

Tahun 2004 terlewati dengan mimpi-mimpi membuat buku tanpa sekalipun gue menulis dan mengirimkannya. Satu hal yang nyata di sini adalah,
Mereka benar di satu hal : gue pemimpi *tersenyum kecut*

Awal 2005, dengan penuh kesadaran dan kebetulan juga ada rezeki dan waktu luang, gue bisa beli PC tercinta buat gue pacarin tiap ada kesempatan. Gue gak berbakat nulis dengan pulpen, lagi. (Lagian males aja, kan udah ada PC ;p).
Langkah besar gue dimulai bulan Maret, ketika tulisan pertama gue kirim ke sebuah koran nasional dan langsung dimuat kurang dari seminggu kemudian!
Taraaaa!! Senangnya!! Jadi gitu ya rasanya tulisan kita dibaca orang banyak?
Gue melompat-lompat saking girangnya, sms semua sponsor dan pendukung mimpi gue hari itu juga, dan menggunting bagian koran tempat tulisan gue tercetak.
Menyenangkan.

Bulan itulah gue mulai menulis (calon) novel pertama gue. dalam seminggu, draft-nya udah mateng. Tinggal dikembangin jadi skrip. Sayangnya, agaknya �novel� ini bakal panjang banget hingga gue kadang jenuh menulisnya. Apalagi ceritanya agak rame gitu. gue perlu waktu lebih banyak untuk menyelesaikannya, sedangkan gue sedang gak punya waktu sebanyak itu.
Tapi obsesi terbesar gue adalah menyelesaikan SATU novel tahun ini.

Setelah skrip pertama itu gue pending, gue jadi punya setidaknya dua skrip mateng buat dijadiin novel. Sialnya, bulan-bulan ini gue sibuk sekale jadi terbengkalai lagi sedikit. Yang satu (genre teenLit) tinggal 1/3 bagian cerita. Dan yang satu lagi (genre metroPop) masih belum jelas babak pertengahannya.
Sebenernya yang ingin gue kejer adalah teenLit, selain karena hampir kelar, ceritanya juga udah mateng banget. Sayang, setelah gue baca lagi reminder gue, lomba MetroPop tinggal 2 bulan lagi, bo!
So, gue harus ngebut dari sekarang.
So, pending lagi deh teenLit gue.
So, gue musti bener-bener pinter nyuri waktu buat finishing it soon.

Mungkin gue emang pemimpi
Tapi gue rasa kita semua emang PERLU bermimpi
Karena dari mimpi itulah KEINGINAN bisa timbul
Jika keinginan sudah ada, besar kemungkinan kita akan BERJUANG untuk keinginan itu.
Gue udah ngebuktiin -dalam banyak hal lain-, kalo gue bisa ngewujud-in beberapa mimpi besar gue
Sekarang gue punya mimpi, bahkan jadi satu-satunya obsesi gue saat ini : jadi penulis buku.
Dan gue akan berjuang untuk itu.
Pasti!

Comments

Anonymous said…
This comment has been removed by a blog administrator.
Anonymous said…
This comment has been removed by a blog administrator.

Popular posts from this blog

My Friends, My Dreams. Novel dan TV Series. (Review, bagian satu)

Udah lama banget gue pengen nge-review Serial TV berjudul My Friends, My Dreams ini. Novelnya juga sih. Tapi gak sempet-sempet. Oke, mungkin tulisan ini bukan jenis review, ya seenggaknya, serupa review. :p Novel My Friends, My Dreams. Karya : Ken Terate adalah novel –para pemenang sayembara TeenLit Writer- yang pertama gue beli. Gue suka banget novel ini, karena SANGAT BERBEDA dengan novel TeenLit lainnya. Thumb up buat kejelian penulisnya. As we all know, novel bergenre remaja, tentu aja, mengetengahkan kehidupan remaja (hehe, infonya gak penting banget!). Banjirnya sinetron remaja yang sangat gak mutu seperti sekarang, membuat kehidupan remaja sekarang kayaknya cuma berkisar pada kejadian konflik dengan teman, rebutan pacar, cinta gelo, sampe remaja pelaku krimimil. Hellloooooow! Zaman gue sekolah dulu, emang sih rame ikut tawuran, atau digencet kakak kelas, tapi kayakna gak semonoton gitu deh. Masa remaja adalah masa yang paling indah, dan kehidupan sekolah itu menyenangkan. Setuj

My Friends, My Dreams. Novel dan TV Series. (Review, bagian dua)

Sampe suatu ketika, gue kebetulan lagi nonton Kiamat Sudah Dekat (KSD). Pas lagi iklan, ganti chanel, ternyata Serial TV itu muncul di TV7. Sejak itu, gue gak pernah absen nonton (ganti-gantian sama KSD). Gue sampe bela-belain pulang cepet buat bisa nongkrongin TV, apalagi sekarang jam tayangnya dimajuin jadi jam 20. Untung aja tayangnya hari Jumat. Pas mo wiken banget tuh! Gak nyangka, Serial TV-nya (plis deh, ini bukan “sinetron”. Oke?) malah lebih bagus dari yang waktu gue bayangin visual isi novelnya. Aktingnya alami banget. Tiap kejadian selalu bisa membuat gue ikut senyum, hanyut dalam emosi yang wajar, dan yang paling gue suka : ada nilai positifnya, dan itu sangat dominan. Two Thumbs Up!!!! Yang paling gue suka (lagi) adalah bagian di mana Mading Sekolah dikembangkan menjadi TV Sekolah! Semoga aja ini bisa jadi inspirasi buat para remaja yang senang beraktivitas dan ingin memajukan sekolahnya. Gue liat tiap episode, iklannya semakin bertambah dan bahkan jam tayangnya dimajuin

Fear Factor versi Indonesia (#1- Tantangan yang gak kacangan)

Nonton Fear Factor Versi Indonesia kemarin, ada dua hal yang ingin gua komentari, dan itu akan gua bagi dalam 2 tulisan. Yang pertama, bahwa reality show tentang memerangi rasa takut ini memang sangat menarik -kalo gak bisa dibilang keyen- Di luar kenyataan bahwa sampe sekarang persertanya masih didominasi orang-orang yang katanya-lumayan-beken-dan-tampang-kayak-maksa -musti-cakep itu (biasa deh, stereotip dunia hiburan, orang Indonesia kayak malu ama tampang asli bangsa sendiri), tantangan yang harus dihadapi peserta memang cukup berhasil "mbikin-takut-n-jijik". Sesuai temanya, yaitu faktor yang menakutkan, tantangan tersebut gak semata berupa tantangan fisik yang memerlukan otot kawat-tulang besi. Hal ini yang paling menarik, mengingat gak semua orang sekuat Gatotkaca, tapi belum tentu seorang Superman berani tidur dalam kotak kecil bareng sekumpulan tarantula berbisa. Ohya, ada dua hal yang paling gua suka dalam menghadapi tantangan : yang menguji nyali, dan mengadu kecer