Skip to main content

Cara membuat visa Turki

Kalau kamu sering bepergian ke luar negeri, tentunya sudah ga asing dengan yang namanya paspor. Kayaknya gak mungkin bisa ke luar negeri kalau gak punya paspor. Ya nggak? Trus kalau yang sudah lebih sering lagi ke luar negeri, minimal keluar Asia Tenggara, biasanya juga sudah paham banget kalau dengan kewajiban turis memiliki visa untuk dapat masuk ke negaranya.

Memang sih gak semua negara/tempat di luar negeri yang mewajibkan visa. Contohnya Hongkong bebas visa untuk WNI. Ada juga negara yang mengizinkan satu lokasinya dikunjungi tanpa visa (khusus WNI), misalnya pulau Jeju di Korea Selatan, dengan ketentuan turis tanpa visa hanya dapat masuk dan langsung keluar dari pulau Jeju saja, gak boleh mampir ke tempat-tempat lainnya di Korea Selatan jika tanpa visa.

Bagaimana dengan Turki?

Negara nun jauh di Eropa sana sangat menarik untuk dikunjungi WNI. Kenapa begitu? Bagi umat Muslim, Turki menyimpan banyak peninggalan dan sejarah Islam. Terutama beberapa masjid yang dibangun pada masa kejayaan Khalifah Utsmaniyah yang berkuasa lebih dari 6 abad, mulai tahun 1299 hingga 1922. Bagi umat Nasrani pun negara ini menyimpan banyak peninggalan bersejarah yang menakjubkan. Syukurnya, bagi pemegang paspor Indonesia tidak perlu lagi harus repot-repot melamar visa ke kedutaan. WNI dapat membuat e-visa, yang 5 menit saja jadi. 

Link e-visa ada di sini. Kalau mau baca-baca dulu sebelum apply, langsung klik ini. Mau info yang lebih lengkapnya lagi ada di sini. Di sana terpampang nyata bahwa ada 3 langkah yang diperlukan, yaitu:

1. Apply
2. Make Payment
3. Download

Biaya pembuatan e-visa ini hanya USD 25. Bayarnya menggunakan kartu kredit. Boleh kok kalau mau daftarin dua orang atau lebih. 

for a family (minimum of 2 and maximum of 10 people) or for a group (minimum of 10 and maximum of 300 people).
Infonya, kalau tidak membuat e-visa sebelumnya, bisa melakukannya di kiosk visa di bandara kedatangan di Turki. Tapi menurut saya sih lebih aman dan (mudah kok) menggunakan e-visa. 

Kapan sebaiknya mengajukan permohonan e-visa? 


Tergantung jadwal keberangkatan, tentunya. Tapi bisa juga kok kita ajukan jauh-jauh hari, karena masa berlaku visa adalah 180 hari setelah tanggal kedatangan yang kita ajukan. Misalnya kita pilih tanggal kedatangan tanggal 1 Januari 2019, maka akan muncul notifikasi seperti ini:

Your e- visa is valid from 01 January 2019 to 29 June 2019 for a total period of 180 days. Your stay cannot exceed 30 days.
Bagaimana jika keberangkatan masih lama? Misalnya kamu akan berangkat tanggal 17 April 2019, sedangkan sekarang masih bulan Desember 2018. 

Sebetulnya sudah boleh kok. Pada notifikasi itu kan berarti e-visa berlaku selama enam bulan, termasuk bulan April 2019. Jadi jika kamu merasa cukup sibuk hingga mungkin bisa lupa untuk apply e-visa menjelang tanggal keberangkatan, maka e-visa bisa diajukan sejak jauh hari. 


Trus, bagaimana setelah mengisi formulir di link e-visa hingga selesai dan melakukan pembayaran menggunakan kartu kredit, apakah kita harus datang ke Kedutaan untuk mengambil visa?


Nggak kok. Visa akan dikirim ke email yang kamu daftarkan. Jadi, pastikan saja identitas dan emailmu sudah tertulis dengan benar di formulir pengajuannya ya. 

Oh ya, kalau kamu tidak punya kartu kredit, kamu bisa kok memakai kartu kredit teman, karena akun kartu kredit tidak mesti sama dengan pengaju visa. Seperti sudah dibuat quote di atas, satu pembayaran kartu kredit juga bisa langsung untuk membayar maksimal 10 apply. Tentu saja perlu disiapkan juga biaya sekitar 0,7 dolar untuk service fee kartu kredit yang digunakan.

Apakah ada alternatif selain e-visa?

Ada sih. Bagi turis Indonesia, pemerintah Turki memberlakukan sistem Visa On Arrival (VOA) dengan durasi tinggal maksimal 30 hari dan masa berlaku via selama 180 hari. VOA dilakukan saat kita tiba di bandara dimana kita harus mengantri untuk mengajukan visa ini dan sekaligus membayar biayanya sebesar USD 35 (per 2016).

Perlu diingat bahwa biaya ini hanya bisa dibayar dengan cash alias tidak bisa dengan kartu kredit. Jangan lupa juga, mungkin perlu waktu yang cukup lama dan antreannya bisa jadi cukup panjang. Belum lagi segala kerepotan yang lain.

Jadi, sejauh ini memilih opsi membuat e-visa adalah hal paling baik. Selain hemat waktu, hemat uang juga 10 dolar. Hehehe

Good luck ya!













Comments

Popular posts from this blog

My Friends, My Dreams. Novel dan TV Series. (Review, bagian satu)

Udah lama banget gue pengen nge-review Serial TV berjudul My Friends, My Dreams ini. Novelnya juga sih. Tapi gak sempet-sempet. Oke, mungkin tulisan ini bukan jenis review, ya seenggaknya, serupa review. :p Novel My Friends, My Dreams. Karya : Ken Terate adalah novel –para pemenang sayembara TeenLit Writer- yang pertama gue beli. Gue suka banget novel ini, karena SANGAT BERBEDA dengan novel TeenLit lainnya. Thumb up buat kejelian penulisnya. As we all know, novel bergenre remaja, tentu aja, mengetengahkan kehidupan remaja (hehe, infonya gak penting banget!). Banjirnya sinetron remaja yang sangat gak mutu seperti sekarang, membuat kehidupan remaja sekarang kayaknya cuma berkisar pada kejadian konflik dengan teman, rebutan pacar, cinta gelo, sampe remaja pelaku krimimil. Hellloooooow! Zaman gue sekolah dulu, emang sih rame ikut tawuran, atau digencet kakak kelas, tapi kayakna gak semonoton gitu deh. Masa remaja adalah masa yang paling indah, dan kehidupan sekolah itu menyenangkan. Setuj

My Friends, My Dreams. Novel dan TV Series. (Review, bagian dua)

Sampe suatu ketika, gue kebetulan lagi nonton Kiamat Sudah Dekat (KSD). Pas lagi iklan, ganti chanel, ternyata Serial TV itu muncul di TV7. Sejak itu, gue gak pernah absen nonton (ganti-gantian sama KSD). Gue sampe bela-belain pulang cepet buat bisa nongkrongin TV, apalagi sekarang jam tayangnya dimajuin jadi jam 20. Untung aja tayangnya hari Jumat. Pas mo wiken banget tuh! Gak nyangka, Serial TV-nya (plis deh, ini bukan “sinetron”. Oke?) malah lebih bagus dari yang waktu gue bayangin visual isi novelnya. Aktingnya alami banget. Tiap kejadian selalu bisa membuat gue ikut senyum, hanyut dalam emosi yang wajar, dan yang paling gue suka : ada nilai positifnya, dan itu sangat dominan. Two Thumbs Up!!!! Yang paling gue suka (lagi) adalah bagian di mana Mading Sekolah dikembangkan menjadi TV Sekolah! Semoga aja ini bisa jadi inspirasi buat para remaja yang senang beraktivitas dan ingin memajukan sekolahnya. Gue liat tiap episode, iklannya semakin bertambah dan bahkan jam tayangnya dimajuin

Fear Factor versi Indonesia (#1- Tantangan yang gak kacangan)

Nonton Fear Factor Versi Indonesia kemarin, ada dua hal yang ingin gua komentari, dan itu akan gua bagi dalam 2 tulisan. Yang pertama, bahwa reality show tentang memerangi rasa takut ini memang sangat menarik -kalo gak bisa dibilang keyen- Di luar kenyataan bahwa sampe sekarang persertanya masih didominasi orang-orang yang katanya-lumayan-beken-dan-tampang-kayak-maksa -musti-cakep itu (biasa deh, stereotip dunia hiburan, orang Indonesia kayak malu ama tampang asli bangsa sendiri), tantangan yang harus dihadapi peserta memang cukup berhasil "mbikin-takut-n-jijik". Sesuai temanya, yaitu faktor yang menakutkan, tantangan tersebut gak semata berupa tantangan fisik yang memerlukan otot kawat-tulang besi. Hal ini yang paling menarik, mengingat gak semua orang sekuat Gatotkaca, tapi belum tentu seorang Superman berani tidur dalam kotak kecil bareng sekumpulan tarantula berbisa. Ohya, ada dua hal yang paling gua suka dalam menghadapi tantangan : yang menguji nyali, dan mengadu kecer