Skip to main content

ZONA@TSUNAMI

Udah baca bukunya?
Gue udah (basi deh gue, udah telat euy!). Hehe.. oke, gue tau gue bukan pengamat sejati perkembangan fiksi di negara yang sedang sekarat ini, tapi seenggaknya gue masih penikmat karya para penulis muda yang kreatif ini J

Oke. Zona@Tsunami.
Ada apa dengan buku itu?
Duh, itu buku.. sumpah deh! Keren banget bahasanya, berkelas gitu lhow! Gue suka karakter tokoh utamanya ; mandiri, tabah, cerdas (looks perfect, eh?). Trus aliran kalimatnya yang gaul-formal-funky-membumi itu. Hmm.. Bagian terbaiknya, novel yang berlatar Tsunami di Aceh ini mampu membuat gue (sebagai pembaca) ingin menangis, tapi hanya sebatas ‘ingin’.
Kau paham maksudku? (alah!)
Cerita itu begitu meyentuh, tapi kekuatan karakter tokoh”nya dan alur ceritanya yang jauh dari kesan cengeng membuat gue sempat menghayati kesedihan yang ada di sana namun tidak sempat meratapinya. Gue rasa penulisnya (dewie sekar) juga gak bermaksud menguras air mata pembacanya.

Banyak ramuan dalam novel fiksi ini.
Cinta. Perpisahan. Benci. Kebisuan. Kebodohan. Bencana alam (tsunami). Kemanusiaan. Kasih sayang. Persahabatan. Relationship. Kemandirian. Ketulusan. Kesedihan. Cinta (lagi) sejati. Menata hati yang patah.
Oh, begitu banyak yang gue dapet di novel setebel 384 halaman ini (font-nya 10) Belum lagi pelajaran berharga yang bisa didapet dari ramuan itu. Memang semuanya sangat subyektif, tapi jelas, buku ini sangat inspired!

Oh ya, sekedar mengingatkan, bencana tsunami itu kini hampir setahun usianya. Oke, kita bukan negara hebat, tsunami itupun mungkin jauh lebih hebat dampaknya dari topan Katrina, tapi, please deh, dengan sumbangan yang besarnya melebihi jumlah utang negara yang harus dibayarkan itu, kenapa lama sekali untuk membangun kembali bagian dari provinsi (yang seharusnya) kaya raya (alamnya) itu?
Duh, sudahlah.. Betapa sengsaranya jadi rakyat Indonesia..

Hiks.. hiks..

Comments

Popular posts from this blog

My Friends, My Dreams. Novel dan TV Series. (Review, bagian satu)

Udah lama banget gue pengen nge-review Serial TV berjudul My Friends, My Dreams ini. Novelnya juga sih. Tapi gak sempet-sempet. Oke, mungkin tulisan ini bukan jenis review, ya seenggaknya, serupa review. :p Novel My Friends, My Dreams. Karya : Ken Terate adalah novel –para pemenang sayembara TeenLit Writer- yang pertama gue beli. Gue suka banget novel ini, karena SANGAT BERBEDA dengan novel TeenLit lainnya. Thumb up buat kejelian penulisnya. As we all know, novel bergenre remaja, tentu aja, mengetengahkan kehidupan remaja (hehe, infonya gak penting banget!). Banjirnya sinetron remaja yang sangat gak mutu seperti sekarang, membuat kehidupan remaja sekarang kayaknya cuma berkisar pada kejadian konflik dengan teman, rebutan pacar, cinta gelo, sampe remaja pelaku krimimil. Hellloooooow! Zaman gue sekolah dulu, emang sih rame ikut tawuran, atau digencet kakak kelas, tapi kayakna gak semonoton gitu deh. Masa remaja adalah masa yang paling indah, dan kehidupan sekolah itu menyenangkan. Setuj

My Friends, My Dreams. Novel dan TV Series. (Review, bagian dua)

Sampe suatu ketika, gue kebetulan lagi nonton Kiamat Sudah Dekat (KSD). Pas lagi iklan, ganti chanel, ternyata Serial TV itu muncul di TV7. Sejak itu, gue gak pernah absen nonton (ganti-gantian sama KSD). Gue sampe bela-belain pulang cepet buat bisa nongkrongin TV, apalagi sekarang jam tayangnya dimajuin jadi jam 20. Untung aja tayangnya hari Jumat. Pas mo wiken banget tuh! Gak nyangka, Serial TV-nya (plis deh, ini bukan “sinetron”. Oke?) malah lebih bagus dari yang waktu gue bayangin visual isi novelnya. Aktingnya alami banget. Tiap kejadian selalu bisa membuat gue ikut senyum, hanyut dalam emosi yang wajar, dan yang paling gue suka : ada nilai positifnya, dan itu sangat dominan. Two Thumbs Up!!!! Yang paling gue suka (lagi) adalah bagian di mana Mading Sekolah dikembangkan menjadi TV Sekolah! Semoga aja ini bisa jadi inspirasi buat para remaja yang senang beraktivitas dan ingin memajukan sekolahnya. Gue liat tiap episode, iklannya semakin bertambah dan bahkan jam tayangnya dimajuin

Fear Factor versi Indonesia (#1- Tantangan yang gak kacangan)

Nonton Fear Factor Versi Indonesia kemarin, ada dua hal yang ingin gua komentari, dan itu akan gua bagi dalam 2 tulisan. Yang pertama, bahwa reality show tentang memerangi rasa takut ini memang sangat menarik -kalo gak bisa dibilang keyen- Di luar kenyataan bahwa sampe sekarang persertanya masih didominasi orang-orang yang katanya-lumayan-beken-dan-tampang-kayak-maksa -musti-cakep itu (biasa deh, stereotip dunia hiburan, orang Indonesia kayak malu ama tampang asli bangsa sendiri), tantangan yang harus dihadapi peserta memang cukup berhasil "mbikin-takut-n-jijik". Sesuai temanya, yaitu faktor yang menakutkan, tantangan tersebut gak semata berupa tantangan fisik yang memerlukan otot kawat-tulang besi. Hal ini yang paling menarik, mengingat gak semua orang sekuat Gatotkaca, tapi belum tentu seorang Superman berani tidur dalam kotak kecil bareng sekumpulan tarantula berbisa. Ohya, ada dua hal yang paling gua suka dalam menghadapi tantangan : yang menguji nyali, dan mengadu kecer